Minggu, 27 Januari 2013

Silaturahim Tokoh Masyarakat Jogja | Bersama Dr. Shohibul Iman

JOGJA -- DPD PKS Sleman mengadakan acara Silaturahim Tokoh Masyarakat Yogyakarta bersama Dr. Shohibul Iman (Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI) pada hari Jum'at malam, 26 Januari 2013 di Balai Utari, Gedung Mandala Bhakti Wanitatama, Yogyakarta. Acara ini mengambil tema "Partai Bersih dalam Realitas Pilihan Saat Pemilu". Hadir di sana puluhan tokoh masyarakat, juga pengampu struktur di tingkat kecamatan dan desa. Berikut ini pengantar yang disampaikan Dr. Shohibul Iman dalam diskusi tersebut (dengan berbagai perubahan redaksional karena hanya berbekal catatan).

Dalam survei yang dilakukan LIPI (2012), menurut masyarakat ada tiga hal mendasar yang dibutuhkan dalam membangun bangsa, salah satunya integritas (terkait dengan bebasnya tokoh atau partai dari korupsi). Berkaitan dengan itu, logikanya tentu partai yang lebih bersihlah yang akan dipilih masyarakat. Namun faktanya, ada partai yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi namun tetap dipilih masyarakat di tingkat teratas (memenangkan pemilu). Kenapa bisa begitu?

Ada dua faktor utama dari banyak faktor yang mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu. Yang pertama, kondisi masyarakat, dan yang kedua, kondisi partai itu sendiri.
1. Kondisi masyarakat
Sudah (sejak) beberapa waktu silam ada usaha depolitisasi, sehingga hubungan masyarakat dengan legislatif cenderung merenggang menjadi seperti dua dunia. Akibatnya muncul persepsi masyarakat berkaitan dengan fungsi anggota legislatif (dewan), bahwa fungsinya bukanlah pengawasan pemerintahan dan penganggaran, akan tetapi manfaat langsung yang dapat diberikan oleh caleg tersebut. Muncul mindset, "apa yang bisa Bapak berikan kepada kami?". Dengan begitu, yang akan dipilih adalah partai atau caleg yang bisa memberikan 'manfaat langsung' lebih besar.

2. Kondisi parpol itu sendiri
Parpol-parpol yang ada saat ini tidak mempunyai diferensiasi yang tajam antara satu dengan yang lain. Tingkat ideologisasi partai-partai semakin pudar. Hanya ada segelintir parpol yang masih berupa partai kader. Tidak adanya perbedaan yang tajam ini akan membuat masyarakat kebingungan dalam memilih, karena parpol satu dengan yang lain cenderung sama konsepnya. Kondisi itu akan membuat masyarakat akan mencari sumber referensi lain untuk memilih parpol. Menurut hasil survei, ada dua preferensi masyarakat untuk memudahkannya dalam memilih, yaitu siapakah tokoh partainya dan bagaimana citra partainya.

Citra partai seharusnya sangat erat berkaitan (mencerminkan) substansi suatu partai. Namun realita hari ini, citra partai itu bisa dikemas, bisa direkayasa, sehingga citra partai tidak lagi selalu mencerminkan substansi partainya.Inilah peran media yang dapat mempengaruhi opini publik dengan dahsyat. Media dapat melakukan penggiringan opini menuju opini tertentu. Sehingga partai yang dapat melakukan belanja media dengan leluasa, tentu dapat menguasai opini publik.

Belanja media merupakan sesuatu yang sangat mahal. Ketika PKS ingin mencoba mensosialisasikan bahwa memiliki tokoh yang sederhana, ternayta biayanya tidak sederhana. Butuh biaya besar. Begitu pula ketika ingin mencitrakan diri sebagai partai yang bersih dan peduli. Mainstream media, menghantam seluruh partai bahwa semua partai bobrok. Sedang belanja media begitu mahal. Dengan begitu, partai-partai yang tidak bisa mencitrakan dirinya akan tenggelam.

Hingga saat ini FPKS di DPR RI masih terus mengupayakan agar biaya pemilu dan pilkada menjadi murah. Misalnya dengan mengupayakan diberlakukannya sistem urut. Dengan sistem ini, tidak perlu mencetak surat suara yang besar yang berisi foto-foto dan nama caleg, namun cukup logo partainya, sehingga irit biaya pencetakan surat suara. Namun hal ini hanya dapat berfungsi baik bila sistem kaderisasi di tiap parpol benar-benar baik, sehingga yang memperoleh nomor urut awal adalah caleg yang benar-benar berkualitas. Jika yang bisa mendapatkan nomer urut awal adalah caleg yang bisa membayar banyak pada partai, bukan berdasarkan kualitas, sistem urut malah justru kontra produktif.

Cara kedua adalah dengan melakukan pembatasan dana pemilu setiap parpol, dan pembatasan belanja media. Dengan begitu persaingan antar parpol bisa menjadi lebih seimbang. Jika tidak ada pembatasan, maka besar kemungkinan partai mana yang kaya, dialah yang akan menang. [cah]

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan